Satu hal yang paling saya kagumi dari orang-orang disini (Australia atau western people) adalah mereka tidak pernah menganggap usia sebagai suatu batasan. Saya suka kagum sama finalis Australian Idol yang sudah menikah dan mempunyai anak (included single parent) tapi tetap semangat mengejar mimpinya. Tidak memperdulikan usia dan status tapi tetap berusaha memberikan yang terbaik. Atau kagum sama teman2 sekelas saya, yang sudah berkeluarga, yang sudah mempunyai anak, tapi masih semangat mengejar ilmu (as undergraduate students loh) dan tetap memperhatikan keluarga. Atau kagum melihat orang2 yang suka travelling dan berkelana keliling walaupun usia sudah tidak lagi muda. They dedicate themself into their own life, their own decision, without thinking what others say. Saya kagum dengan keputusan mereka, dengan pilihat hidup mereka.
Di Jakarta, kayaknya jarang sekali saya melihat hal tersebut. Mungkin belum ada finalis AFI, Indonesian Idol, atau KDI yang sudah berkeluarga. Bahkan mungkin kalau sudah berkeluarga dianggap sebagai hambatan (merasa diri lebih tua? entahlah). Lalu, jarang sekali saya melihat mahasiswa yang sudah mempunyai anak dan bersekolah bersama-sama di kelas reguler (bukan ekstensi yah). Padahal mempunyai teman yang lebih tua itu sangat menambah wawasan loh. Kemudian, saya jarang melihat orang travelling dan mendedikasikan hidupnya untuk travelling (hua.. impian saya sebenarnya).
Kenapa bisa begitu yah? Di Jakarta, usia orang menikah rata2 25 tahun (kayaknya, walau sekarnag sudah mulai bergeser nampaknya). Sementara disini, menikah bukanlah prioritas utama (secara hidup disini bebas sekali). Kalau kata seorang teman, memang pada dasarnya culture kita berbeda. Di Indonesia, kalau sudah menikah hidup itu otomatis akan didedikasikan untuk keluarga, sementara kalau disini tidak. Akan ke keluarga juga, namun bukan berarti tidak bisa mengejar mimpinya.
Kalau di Indonesia, begitu mempunyai anak rasanya akan malas sekali untuk sekolah lagi (kalau menurut beberapa orang yah). Sementara disini, saya terbengong-bengong melihat anak usia 3 bulan ditinggal ibunya di child care kampus sementara dia sendiri ikut kuliah. Hebat sekali. Saya salut sama dia. Tetep niat cari ilmu euy. Ooh iya, saya juga suka kagum kalau ada mahasiswa yang membawa bayi (umur 3 bulanan) ke kelas. Iyah, ke kelas. Si bayi otomatis ikut kuliah. Lucu sekali.
Anyway, sedikit melenceng.
Saya sekarang sedang volunteer di child care. Tau tidak apa yang dipikiran saya, kalau child care diadakan di kantor2 Jakarta, mungkin akan jarang sekali anak yang diasuh oleh baby sitter. Mungkin lebih baik di child care daripada diasuh oleh baby sitter. Iya gak sih??
No comments:
Post a Comment